Selamat Datang

SELAMAT DATANG

Media Komunikasi Pendidikan Anak Usia Dini


Jumat, 22 April 2011

Mengajarkan Sikap Toleransi pada Anak Sejak Dini

Oleh: Bunda PAUD Shinta, Eni Hidayati
Mengajarkan toleransi pada anak sangatlah diperlukan. Sebab melalui sikap itulah dalam jiwa anak ditumbuhkembangkan perilaku sosial positif, seperti sikap menghargai orang lain. Dan, belajar toleransi bisa dikenalkan pada anak sejak usia dini, baik di rumah maupun melalui lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang kini semakin menjamur di mana-mana.


Di rumah, dalam proses pendidikan anak orangtua memiliki peran terpenting. Utamanya dalam hal memberikan contoh/teladan tentang bagaimana harus bekerja sama serta bagaimana pula harus bersikap tatkala terjadi perbedaan. Bila sikap-sikap perilaku sosial semacam itu sudah menjadi karakter dasar sebuah keluarga, dapat diyakini seorang anak akan mampu menerima perbedaan sebagai hal yang wajar.
Karakter dasar seorang anak yang paling dekat adalah kecenderungan meniru-niru tingkah laku orangtua atau saudara-saudaranya di lingkungan keluarga. Maknanya tindakan/perilaku imitasi seorang anak sangat dipengaruhi faktor-faktor yang bersifat eksternal. Karena itulah setiap orangtua harus mampu menjadi teladan utama bagi anak. Terutama dalam hal membangun sikap kemampuan melihat diri/keluarga sendiri dan dalam hal melihat diri/keluarga orang lain, dalam konteks kesetaraan. 

Bila sikap semacam itu dapat tumbuh dalam diri anak, maka tentu si anak bersangkutan akan mampu bersikap, bagaimana caranya mengagumi kehebatan orang lain tanpa harus merendahkan diri. Itulah hakikat berperilaku toleran. Mereka merasa bahwa dalam kehidupan sosial itu tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah.

Empat Langkah
Setidaknya ada 4 (empat) langkah pendekatan yang dapat diterapkan pada diri anak pada usia dini. Pertama, mengajari anak untuk senantiasa merasa senang dan nyaman dengan dirinya sendiri, agar dia mampu memperlakukan orang lain/temannya dengan baik. Untuk itu, sejak si anak bangun tidur hingga keberangkatannya ke sekolah, pihak orangtua dianjurkan tidak menciptakan situasi psikologi anak dalam kondisi marah, sedih, atau merasa kecewa. Sebab situasi psikis semacam itu tanpa disadari akan terbawa dalam wujud sikap bagaimana si anak bersangkutan saat bersosialisasi di sekolah.

Kedua, ketika orang tua atau bunda PAUD memuji karya anaknya –baik lukisan atau karangan– jangan dibanding-bandingkan dengan karya anak-anak lain. Tapi tegasnya kepada anak bersangkutan bahwa kita bangga dengan karya tersebut. Ketiga, berikan kegiatan atau aktifitas yang sifatnya memberikan tanggung jawab pada anak untuk menolong anak lain tanpa menempatkan dirinya pada posisi di atas atau di bawah anak yang ditolongnya.. Keempat, baik sebagai orangtua atau Bunda PAUD, harus selalu menyadari tindak dan perilakunya. Beri contoh, bagaimana bersikap respek terhadap orang lain, termasuk pendapatnya. Khususnya dalam konteks hubungan antara Bunda PAUD dengan pihak wali murid. 

Hindari segala bentuk tindakan atau ucapan –yang cenderung guyon atau lontaran kata-kata lelucon– yang sebenarnya justru kontraproduktif bagi upaya-upaya mengembangkan sikap toleran pada anak. Sebab menurut Albert Bandura dan Walter Mischel, pelopor teori belajar sosial ini, mengatakan, pembentuk perilaku sosial adalah proses imitasi atau proses meniru. Obyek imitasi tidak hanya model yang hidup, tetapi juga model-model simbolik yang bisa diperoleh dari berbagai media. Individu akan berperilaku tertentu sebagai hasil dari meniru orang lain yang kemudian diulang-ulang dan akhirnya terintegrasikan menjadi bagian dari dirinya. 

Sementara teori belajar sosial yang dikembangkan Pavlov, Watson, maupun Skinner, dalam buku Psikologi Anak Usia Dini karya Dra. Wiwien Dinar Pratisti, M.Si, diungkapkan bahwa pada awalnya respon dapat diciptakan melalui stimulus yang tepat (2008), meskipun semakin lama dengan stimulus pendamping akan menghasilkan respon yang sama. Maksud Pavlov, yang dikenal dengan teori kondisioning ini, diterapkan oleh Watson ke dalam hal perkembangan emosi. 

Berdasarkan teori belajar sosial yang dikembangkan Pavlov tersebut Watson beranggapan bahwa perilaku, lingkungan, dan kognisi merupakan kunci keberhasilan dalam perkembangan. Maksudnya, apabila organisme berada dalam lingkungan sosial, maka ia akan belajar secara cepat melalui proses observasi pada perilaku orang lain. Ketika mengobservasi perilaku orang lain itu, maka ia akan melibatkan fungsi kognitif. Dan, ketika ia mengulang-ulang perilaku, terjadilah penguatan yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar